Monday, January 7, 2008

RP 50 Ribu Dapat Motor

Panas sinar mentari udah terasa betul-betul menyengat. Bunga melirik jam tangan karet warna merah yang didapat dari hadiah sebuah susu. Sudah jam 12:00! Gumamnya sambil mestarter sepeda motor bokapnya. Seperti biasa, murid SMP kelas 3 ini berangkat ke sekolah naik Yamaha Vega keluaran 2007 yang dibeli bapaknya dari hasil kredit. Motor ini emang ibarat angkot bagi keluarga Pak Redi, bapaknya Bunga. Artinya, enggak cuma Pak Redi yang pakai motor itu untuk transportasi ke pasar, tapi Bunga dan Kakaknya, Irul juga menggunakan motor itu. Malah, Ce Mimin Bibi mereka yang merupakan adik bapaknya ini juga memakainya.
"Hati-hati Nga. Jangan ngebut!" wanti Pak Redi siang itu, begitu Bunga berangkat ke sekolah. Jarak sekolah Bunga dengan warung Pak Redi sekitar 2 km di daerah Tanah Abang.
"Ya Pak. Salammualaikum!" balas bunga sebelum tubuhnya menghilang dari hadapan Pak Redi yang masih berdiri mematung mengamati anak gadisnya berangkat menuntut ilmu.
Pak Redi dikarunia tiga anak. satu cowok, dua perempuan. Yang besar lelaki, sudah lulus dari SMA islam di daerah Tanah Abang, lalu anak keduanya Bunga dan yang terakhir Mentari, masih SD kelas 5. Pak Redi asli dari Jakarta yang menikah dengan Bu Imah yang asli dari Garut. Kehidupan mereka biasa-biasa aja, meski enggak sampai pada garis kemiskinan. Sehari-hari, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, Pak Redi berjualan mie ayam dan es campur di jalan raya dekat pasar Tanah Abang. Sementara Bu Imah, di rumah buka warung kecil-kecilan untuk sekadar membantu keuangan dalam keluarga. Tapi syukurnya, pendapatannya itu bisa mencukupi keperluan mereka. Selain buat makan dan bayar sekolah ketiga anaknya, bisa pula mencicil kredit motor dari sebuah leasing terkenal. Makanya, enggak aneh kalo motor itu pun dipakai keroyokan dalam keluarga itu. Ya buat ke pasar, juga buat alat transportasi Bunga ke sekolah.
Tapi Entah kenapa, siang itu perasaan Pak Redi begitu khawatir melepas Bunga. Padahal, hari-hari sebelumnya enggak begitu. Kalo Bunga mau berangkat, jarang sekali mewanti atau mengingatkan agar ia lebih hati-hati di jalan. Tapi hari itu, ia tiba-tiba saja keingetan berpesan pada Bunga agar lebih hati-hati.
Ada apa, ya? Kok tumben-tumbennya gue waswas gini. Jangan-jangan bakal ada apa-apa sama tu anak! Pak Redi bergumam kembali. Pikirannya agak kacau, keingetan terus wajah anaknya. Tapi karena siang itu dia sibuk ngelayanin pembeli, lambat laun pikirannya teralihkan.
Hingga pas sore harinya, saat ia akan menutup warung, Bunga belum juga muncul. Kembali pikiran Pak REdi kalut. Jangan-jangan benar yang dikhawatirkan akan keselamatan Bunga.
"Apa mungkin dia kecelakaan?" tanya Pak Redi dalam hati. "Tapi kok, enggak ada yang ngabarin. Lagian kan jarak sekolah Bunga enggak terlalu jauh dari sini, kok!"
Enggak terasa jam sudah menunjukkan angka 6 sore. Biasanya, Bunga enggak sampai lewat dari jam 6. Perasaan Pak Redi makin dag-dig-dug. Dia pun memutuskan menyusul ke sekolah Bunga pakai ojek yang nongkrong dekat warungnya.
"Lha, emang tu anak enggak ngabarin ke ente?" tanya Bang Kohar, juru ojek yang pakai Honda Supra Fit. "ya kali, tadi sebelom berangkat dia izin mo ke rumah temen ato maen dulu."
Pak Redi menggeleng. "Mangkanya entu, aye rada khawatir neh. Karena tadi dia enggak ngomong apa-apa!"
"Ya udah, yuk naek motor aye aje. Mudah-mudahan sih enggak ada apa-apa!" ajak Bang Kohar sembari menstater motornya. Pak Redi pun setuju.
Tapi sebelum dia naik ke motor Bang Kohar, di waktu bersamaan mendadak muncul Bunga, turun dari ojek motor. Dengan langkah gontai dan muka pucat, ia menghampiri Pak Redi.
Pak Redi menyambut dengan perasaan bingung. "Eh, lu enggak knapa-napa kan, Nga?" tanya Pak Redi sambil membimbung anak gadisnya.
Bunga enggak bisa ngomong. Dia cuma geleng-geleng. Tiba-tiba airmatanya mengalir.
"Kalo gak kenapa-napa, kenapa lu nangis? Trus, motor kita mana?"
Bunga terdiam. Berjuta perasaan berkecamuk di dadanya. Sedih sekaligus takut. "Bunga gak kenapa-napa Pak. Cu-cu-cuma, motornya aja yang ilang!"
"I-L-A-N-G?" Eja Pak Redi. Matanya mendelik. "Ilang gimana, maksudlu?"
"Di-di-dibawa o-o-orang, Pak!" kata bunga. Suaranya bergetar, menahan rasa sedih dan takut.
"Gimana bisa dibawa orang? Pan tiap hari juga enggak begitu!" Pak Redi mulai murka. Emosinya muncul. "Emang lu pinjemin orang?"
"I-iya, Pak!" wajah Bunga tertuduk lesu. Ia pun lantas cerita panjang lebar. Kalo motornya sudah diambil seseorang. Tadi siang, saat di perjalanan menuju sekolah, tepatnya di Jalan Haji KH Mas Masyur ia diadang seorang pria setengah baya. Pria itu menanyakan sebuah alamat di daerah Tanah Abang juga. Karena, Bunga tahu daerah itu, dengan niat baik ia pun bersedia mengantarnya. Apalagi, si pria tadi juga mengiming-imingi imbalan uang sebesar Rp 50 ribu kalau Bunga mau mengantarnya. Bayangkan! Uang Rp 50 ribu bagi anak SMP kelas tiga, tentu bukan jumlah kecil. Apalagi, Bunga bukan tergolong anak yang kaya. Sehingga uang segitu bisa membutakan rasionya. Akhirnya, Bunga pun mau mengantar bapak itu. Tapi anehnya, bukan bapak itu yang dibonceng, malah Bunga yang duduk di belakang.
Keanehan makin terlihat saat di tengah perjalanan menuju jalan yang dicari, si bapak menghentikan motor.
"Neng, lu tunggu dulu di sini, ya. Ini duit Rp 50 ribunya. Entar bapak balik lagi ke sini!" pesan si Bapak sambil nurunin Bunga di sebuah jalan yang agak sepi. Bunga rela aja diturunin di situ. Karena sebelumnya si Bapak itu cerita, sebenarnya dia pengen nemuin anaknya yang lagi marah sama dia. Nah, niatnya nemuian anaknya itu cuma sebentar. Kalo enggak diterima dan diusir, si bapak akan segera pergi. Tentu saja, agar bisa berlari cepat, butuh motor ini. Bunga enggak boleh ikut, takutnya nanti malah kena sasaran amarah anak si bapak. Tanpa curiga, Bunga pun merelakan si Bapak pergi dengan motor. Bunga pun termenung menunggu motor dan si bapak sampai sore menjelang. Sampai-sampai, hari itu ia tak bisa pergi sekolah. Meski di kantongnya ada uang Rp 50 ribu.

Guys... better ati-ati yaks, buat kamu, yang punya adik, ponakan atau siapapun. Kalo bawa motor sendiri, tolong diingatkan. Jangan mau nyerahin motor, meski diiming-imingi duit gede sekalipun. Karena ini metode penipuan yang baru. Bukan metode hipnotis, tapi mainin psikologi aja. Kadang kita juga enggak ngeh kalo lagi ditipu. Karena biasanya si penipu melakukan pendekatan nilai-nilai sosial. Misal memanfaatkan perempuan, aspek tolong menolong dan lainnya. Artinya, kita dibuat benar-benar enggak curiga. Sebaiknya sih, kalo belom cukup umur, jangan bawa motor. Banyk bahayanya, ketimbang untungnya. Bunga adalah contoh kongkretnya. Ini true story yang gue ceritain lagi. Moga-moga bermanfaat.

No comments: